Kamis, 03 November 2011


Jawaban mata kuliah Menajemen Persuasi dan Negosiasi
IB.Saduarsa
Soal no 1
Negosiasi adalah proses kreatif, masing-masing pihak mencari kesepakatan terbaik untuk memenuhi kebutuhannya. Uraikan maksud negosiasi tersebut menggunakan ilustrasi dua orang yang sedang menginginkan jeruk yang hanya ada satu buah. Jelaskan bagaimana dua orang itu berusaha memperoleh kebutuhannya? Apa saja kemungkinannya kalau tidak ditemukan respon yang tepat?
Jawaban:
Yang dimaksud dengan negosiasi sebagai proses kreatif, masing-masing pihak mencari kesepakatan terbaik untuk memenuhi kebutuhannya adalah merupakan suatu kondisi dimana adanya posisi tawar yang akan dilakukan berkaitan dengan masalah-masalah keinginan sebagai suatu tujuan antara pihak satu dengan pihak lain, dalam hal persoalan diatas yaitu dua orang yang sedang menginkan jeruk dimana jeruknya hanya ada satu. Ini tentunya akan terjadi proses negosiasi.
Beberapa definisi menurut ahli dapat dijelaskan sebagai berikut:  Menurut ensklopedi bebas Wikipedia  “Kata "negosiasi" adalah dari ungkapan Latin, "negotiatus", partisip masa lalu negotiare yang berarti "untuk menjalankan usaha". "Negotium" berarti harfiah "tidak luang".”Negosiasi adalah dialog yang dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa , untuk menghasilkan kesepakatan atas program tindakan, untuk menawar individu atau keuntungan kolektif , atau hasil kerajinan untuk memenuhi berbagai kepentingan. Ini adalah metode utama penyelesaian sengketa alternative” .
Menurut Rusly ZA Nasution :“negosiasi adalah suatu proses perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu permasalahan.”
            Menurut Gary Godpaster: “Negosiasi adalah proses interaksi dan komunikasi yang dinamis dan beraneka ragam, mengandung seni dan penuh rahasia, untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap menguntungkan para pihak “
Menurut Fisher dan Urg : “Negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda“
Menurut Oxford Dictionary : “Negosiasi adalah pembicaran dengan orang lain dengan maksud untuk mencapai kompromi atau kesepakatan untuk mengatur atau mengemukakan.”  
Menurut Friedrich–Naumann–Stiftung (www.kedai-kebebasan.org) : “Negosiasi  Suatu proses dimana sedikitnya dua orang (atau  lebih) berusaha mencapai sesuatu. Agar hal itu tercapai, kedua pihak harus menyepakati suatu cara pemecahan.  Namun, itu baru permulaan. Kedua pihak harus tetap bekerjasama dalam pelaksanaan dari “kontrak” yang telah disepakati.”
Dengan demikian negosiasi diperlukan ketika kepentingan seseorang atau suatu kelompok tergantung pada perbuatan orang atau kelompok lain yang juga memiliki kepentingan-kepentingan tersebut harus dicapai dengan jalan mengadakan kerjasama. Negosiasi adalah salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk membuat keputusan dan mengelola sengketa, untuk negosiasi yang menghasilkan manfaat positif bagi semua pihak, negosiator harus menentukan apa masalahnya dan apa yang masing-masing pihak inginkan. Dalam mendefinisikan tujuan negosiasi, adalah penting untuk membedakan antara masalah, posisi, kepentingan-kepentingan dan pilihan penyelesaian.
Adaya permasalahan pada kondisi dimana dua orang menginginkan satu buah jeruk, maka terjadilah sebuah proses negosiasi, tentunya ada tawar menawar sebagai dialog awal mengungkap masing-masing keinginannya. Untuk memecahkan permasalah ini, kedua orang ini harus mampu menjabarkan kebutuhan masing-masing pihak sehingga mampu dipahami oleh masing-masing lawan negosiasi. Ketika kebutuhan masing-masing pihak adalah sama, maka solusi yang terbaik adalah membelah satu buah jeruk tersebut menjadi dua dimana masing-masing pihak mendapatkan bagian yang sama, dengan demikian dapat diuraikan dan dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
Adanya tawar-menawar posisional adalah strategi negosiasi di mana serangkaian posisi, alternatif solusi yang memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu atau kebutuhan, dipilih oleh seorang negosiator, memerintahkan berurutan menurut hasil disukai dan disajikan kepada pihak lain dalam upaya untuk mencapai kesepakatan. Posisi pertama atau pembukaan menyatakan bahwa keuntungan maksimum diharapkan atau diharapkan dalam negosiasi. Setiap posisi berikutnya tuntutan kurang dari lawan dan menghasilkan manfaat yang lebih sedikit untuk orang advokasi itu.
Kesepakatan tercapai ketika posisi negosiator berkumpul dan mereka mencapai berbagai penyelesaian yang dapat diterima, seperti rasa adil dan puas tidak ada yang dirugikan. Ada banyak cara yang berbeda untuk negosiasi segmen untuk mendapatkan pemahaman yang lebih besar dari bagian penting. Salah satu pandangan negosiasi melibatkan tiga elemen dasar: proses, perilaku dan substansi. Proses ini mengacu pada bagaimana para pihak berunding: konteks negosiasi, pihak dalam negosiasi, taktik yang digunakan oleh para pihak, dan urutan dan tahapan di mana semua ini bermain keluar.
Masalah adalah masalah atau pertanyaan pihak-pihak tidak setuju tentang. Masalah biasanya dapat dinyatakan sebagai masalah pada persoalan ini adalah bagaimana caranya jeruk yang hanya ada satu sedangkan yang menginginkan dua orang?, sementara dalam hal ini memungkinkan untuk terjadinya sengketa akibat dari sama-sama mempertahankan keinginan untuk mendapatkan jeruk itu.  Masalah mungkin substantif (berhubungan dengan keinginan), prosedural (mengenai cara sengketa ditangani), atau psikologis (yang berkaitan dengan efek dari tindakan yang diusulkan).
Posisi adalah laporan oleh pihak tentang bagaimana suatu masalah dapat atau harus ditangani atau diselesaikan, atau proposal untuk solusi tertentu. Sebuah berbantah memilih posisi karena itu memenuhi kepentingan tertentu atau memenuhi seperangkat kebutuhan. Kepentingan kebutuhan spesifik, kondisi atau keuntungan bahwa partai harus memiliki bertemu di suatu kesepakatan untuk itu harus dianggap memuaskan. Minat bisa merujuk ke konten, pertimbangan prosedural tertentu atau untuk kebutuhan psikologis. Penyelesaian Pilihan - kemungkinan solusi yang membahas kepentingan satu atau lebih partai. Kehadiran pilihan menyiratkan bahwa ada lebih dari satu cara untuk memuaskan kepentingan.
Kata integratif berarti bergabung beberapa bagian menjadi keseluruhan. Secara konseptual, ini berarti beberapa kerjasama, atau bergabung dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu bersama-sama. Biasanya melibatkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dan membentuk suatu hubungan. Kedua pihak ingin pergi merasa mereka telah mencapai sesuatu yang memiliki nilai dengan mendapatkan apa yang masing-masing ingin. Idealnya, itu adalah proses dua. Proses negosiasi integratif umumnya melibatkan beberapa bentuk atau kombinasi dari membuat nilai konsesi nilai, dalam hubungannya dengan pemecahan masalah secara kreatif.
Umumnya, bentuk negosiasi adalah mencari jalan, mereka membentuk hubungan jangka panjang untuk menciptakan keuntungan bersama. Hal ini sering digambarkan sebagai skenario menang-menang. Jadi dalam hal ini tentu tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat adanya negosiasi ini.

Soal no 2.
Buat rencana negosiasi yang baik sehingga negosiator dapat memenangkan negosiasi. Kemukakan secara teorietis, membuat rencana negosiasi yang baik dan efektif itu apa? Gunakan kasus nyata dalam dunia politik untuk membuat ilustrasi soal nomoer 2 ini?
Ada beberapa tahapan dalam negosiasi yaitu:
            Tahap pertama :  Mengevaluasi dan Pilih Strategi Panduan Pemecahan Masalah, yatiu :  menilai berbagai pendekatan atau prosedur - negosiasi, fasilitasi, mediasi, arbitrase, pengadilan, dll - tersedia untuk pemecahan masalah, dan pilih pendekatan.
             Tahap kedua : Membuat Kontak dengan Pihak Lain atau Pihak, yaitu:  Membuat kontak awal secara pribadi, melalui telepon, atau melalui pos. Jelaskan keinginan Anda untuk bernegosiasi dan mengkoordinasikan pendekatan. Membangun hubungan dan memperluas hubungan Membangun kredibilitas pribadi atau organisasi.  Promosikan komitmen untuk prosedur. Mendidik dan mendapatkan masukan dari pihak-pihak tentang proses yang akan digunakan.
            Tahap ketiga: Mengumpulkan dan Menganalisis Informasi Latar Belakang yaitu: Mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan tentang orang-orang, dinamika dan substansi yang terlibat dalam masalah. Memverifikasi akurasi data. Minimalkan dampak dari data yang tidak akurat atau tidak tersedia. Mengidentifikasi substantif semua pihak, kepentingan prosedural dan psikologis.
           Tahap keempat: Desain Rencana Detil untuk Negosiasi yaitu: Mengidentifikasi strategi dan taktik yang akan memungkinkan para pihak untuk bergerak ke arah kesepakatan.  Mengidentifikasi taktik untuk merespon situasi khas isu-isu spesifik yang akan dinegosiasikan.
           Tahap kelima: Membangun Kepercayaan dan Kerjasama. Siapkan psikologis untuk berpartisipasi dalam negosiasi tentang isu-isu substantif. Mengembangkan strategi untuk menangani emosi yang kuat. Periksa persepsi dan meminimalkan efek stereotip.  Membangun pengakuan legitimasi partai-partai dan isu-isu. Membangun kepercayaan.  Memperjelas komunikasi.
         Tahap keenam : Awal Sesi Negosiasi yaitu: Memperkenalkan semua pihak. Bursa pernyataan yang menunjukkan kemauan untuk mendengarkan, berbagi ide, menunjukkan keterbukaan untuk berpikir dan menunjukkan keinginan untuk tawar-menawar dengan itikad baik. Menetapkan pedoman untuk perilaku. Negara bersama harapan untuk negosiasi. Jelaskan sejarah masalah dan menjelaskan mengapa ada kebutuhan untuk perubahan atau perjanjian. Mengidentifikasi kepentingan dan / atau posisi.
Tahap tujuh: Menentukan Isu dan Set Agenda, yaitu: Bersama-sama mengidentifikasi area topik yang luas yang menjadi perhatian orang.  Mengidentifikasi isu-isu spesifik yang akan dibahas.  Bingkai isu-isu dengan cara yang tidak menghakimi netral.  Mendapatkan kesepakatan mengenai isu-isu yang akan dibahas. Menentukan urutan untuk membahas masalah. Mulailah dengan suatu masalah di mana terdapat investasi yang tinggi pada bagian dari semua peserta, di mana tidak ada perselisihan serius dan di mana ada kemungkinan kuat perjanjian. Bergiliran menjelaskan bagaimana Anda melihat situasi. Peserta harus didorong untuk menceritakan kisah mereka cukup detail bahwa semua orang memahami sudut pandang yang disajikan.Gunakan mendengarkan secara aktif, pertanyaan-pertanyaan terbuka dan fokus pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan.
           Tahap kedelapan: Mengungkap Kepentingan Tersembunyi, yaitu: Probe setiap masalah baik satu per satu atau bersama-sama untuk mengidentifikasi minat, kebutuhan dan keprihatinan para peserta utama dalam sengketa.  Mendefinisikan dan menjelaskan kepentingan sehingga semua peserta memahami kebutuhan orang lain serta mereka sendiri.
           Tahap kesembilan: Hasilkan Pilihan untuk Penyelesaian, Mengembangkan kesadaran tentang kebutuhan untuk pilihan dari yang untuk memilih atau membuat penyelesaian akhir.  Tinjauan kebutuhan pihak yang berhubungan dengan masalah. Menghasilkan kriteria atau standar-standar objektif yang dapat membimbing diskusi penyelesaian.  Carilah kesepakatan secara prinsip. Pertimbangkan memecah masalah menjadi lebih kecil, masalah lebih mudah dikelola dan menghasilkan solusi untuk sub-masalah. Menghasilkan pilihan baik secara individual atau melalui diskusi bersama.  Gunakan satu atau lebih prosedur berikut: Memperluas kue sehingga manfaat yang meningkat untuk semua pihak. Kepuasan alternatif sehingga masing-masing pihak memiliki / nya kepentingan puas tetapi pada waktu yang berbeda. Perdagangan item yang dinilai berbeda oleh pihak. Carilah integratif atau menang / menang pilihan. Brainstorm. Gunakan trial dan generasi kesalahan beberapa solusi. Coba generasi diam di mana setiap individu mengembangkan pribadi daftar pilihan dan kemudian menyajikan / nya ide untuk negosiator lain. Gunakan kaukus untuk mengembangkan pilihan.  Melakukan posisi / generasi pilihan posisi kontra. Pisahkan generasi solusi yang mungkin dari evaluasi.
           Tahap ke sepuluh: Menilai Pilihan untuk Penyelesaian, yaitu: Review kepentingan para pihak. Menilai bagaimana kepentingan dapat dipenuhi oleh pilihan yang tersedia.  Menilai biaya dan manfaat dari memilih opsi.
           Tahap ke sebelas: Perundingan Akhir, yaitu: Memecahkan masalah akhir terjadi ketika: Salah satu alternatif dipilih. Konsesi incremental dibuat dan pihak bergerak lebih dekat bersama-sama.  Alternatif digabungkan atau disesuaikan menjadi solusi yang unggul.  Paket pemukiman dikembangkan.  Pihak membangun sarana prosedural untuk mencapai kesepakatan substantif.
            Tahap keduabelas: Mencapai Penyelesaian Formal, Perjanjian dapat nota tertulis dari pemahaman atau kontrak hukum. Rinci bagaimana penyelesaian yang akan dilaksanakan - siapa, apa, dimana, kapan, bagaimana - dan menulis ke dalam perjanjian.  Mengidentifikasi "bagaimana jika" dan masalah melakukan pemecahan untuk mengatasi blok. Membentuk evaluasi dan prosedur pemantauan. Meresmikan penyelesaian dan menciptakan mekanisme penegakan dan komitmen: Kontrak Hukum  Performance bond. Yudisial meninjau. Administratif / eksekutif persetujuan.
       Dalam hal negosiasi yang baik dapat pula menerapkan  Strategi proses negosiasi merupakan kunci kedua untuk mmenjamin suksesnya perebutan nilai. Strategi ini dibagi menjadi 8 langkah, yaitu :
1.    Tentukan tujuan utama negosiasi.
Menentukan tujuan utama akan membawa kita kepada arahan negosiasi. Tujuan menjelaskan kepada kita mengenai apa yang hendak kita perjuangkan, bahan-bahan apa yang relevan untuk kita bawa ke meja negosiasi dan bahan-nahan apa yang tidak relevan, lalu apa yang kita inginkan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2.    Pelajari segala hal tentang pihak lawan
Dalam taktik perang klasik bangsa Cina oleh Jendral Perang Sun Tzu, untuk memenangkan pertempuran harus dipastikan penguasaan 3 hal, yaitu ukur sampai dimana batas kemampuan diri sendiri, pelajari sampai dimana batas kekuatan lawan dan pahamilah kondisi lapangan medan perang. Taktik tersebut bisa menjadi masukan yang baik.
3.    Tentukan garis dasar.
Langkah selanjutnya adalah menentukan garis besar. Apakah garis dasar itu? Dia adalah tawaran terakhir yang kita lepaskan, yang berupa titik toleransi terakhir dimana anda akan melepas negosiasi. Apabila hasil negosiasi jatuh dibawah garis dasar ini, berarti kita telah gagal / kalah dalam bernegosiasi, yang artinya keadaan setelah bernegosiasi justru lebih buruk dibandingkan dengan sebelum bernegosiasi.
4.    Tentukan titik keberangkatan.
Setelah garis dasar, kemudian tentukan titik keberangkatan. Titik keberangkatan yang dimaksud adalah tuntutan awal yang akan kita keluarkan pertama kali di awal negosiasi. Titik keberangkatan ini merupakan maximal point. Tentukan titik keberangkatan
5.    Libatkan variabel sebanyak mungkin
Apa yang dimaksud dengan variable dalam bernegosiasi? Yaitu tawaran yang kita persiapkan untuk memenangkan tuntutan kita.
n semaksimal mungkin.
6.    Persiapkan hal-hal teknis tim / personel
Sebelum maju ke meja perundingan, hal-hal teknis perlu dipersiapkan. Hal-hal tersebut seperti :
a.    Tanyakan sampai di mana batas kewenangan negosiator.
b.    Siakan tim yang tepat.
c.     Lakukan briefing untuk menyamakan persepsi.
d.    Dsb.
Mengenai personel negosiator, sebaiknya memenuhi kriteria standar di bawah ini :
a.    Tenang dan tidak emosional.
b.    Terampil mengemukakan pikiran / pandangan.
c.     Pendengar yang baik
d.    Tidak mudah frustasi dan stress.
7.    Jangan melakukan tawar menawar ataupun permohonan, tetapi lakukanlah pertukaran.
Anda tidak ingin melakukan sesuatu tanpa imbalan bukan? Tapi begitu banyak orang yang mengabaikan prinsip ini. Mereka hanya mengajukan permohonan dan membiarkan diri mereka dikalahkan. Jangan pernah melakukan permohonan atau tawar menawar, tetapi lakukanlah pertukaran.
8.    Setujui semuanya atau tidak sama sekali.
Seringkali negosiasi tidak merundingkan satu kasus saja, namun bisa lebih dari satu kasus dan mungkin saja saling berhubungan. Apabila anda telah menyelesaikan satu kasus, jangan terburu-buru menyetujuinya.Katakanlah bahwa anda akan mencatat terlebih dahulu, kemudian tanyakanlah apakah ada hal lain yang ingin disampaikan/dinegosiasikan
               Tokoh politik yang menerapkan strategi diatas adalah Amin Rais yaitu pada saat gusdur dianggap netral untuk menghindari deadlock dalam pemilu saat partai politik PDI Perjuangan Megawati memenangkan pemilu yang oleh karena dianggap tidak akan diterima seorang presiden wanita saat itu, lalu adanya poros tengah yang dipimpin oleh Amin Rais memilih Gusdur Ilustrasi faktual adalah ketika Gusdur menjadi Presiden. Pada saat itu terjadi masalah dalam menentukan pemerintahan transisi era reformasi. Begitu pula sebagai seorang presiden, Gusdur juga menggunakan negosiasinya dimana dia harus mampu menegosiasikan berbagai masalah termasuk menentukan Wakil Presiden dan Kabinetnya. Gusdur mampu menjinakkan kegaduhan politik yang terjadi karena Gusdur mampu menegosiasikan pilihan Wakil Presiden dengan Megawati dan kabinetnya dengan berbagai pihak. Proses negosiasi yang dilakukan oleh Gusdur dengan pihak lain adalah sebuah contoh negosiasi yang menjadi jawaban semua pihak sehingga terjadi win win solution.
Soal no 3
Ahli negosiasi yang bernama Roger Dawson membagi teknik negosiasi ke dalam 4 kelompok, yaitu:
a.       Taktik babak awal (6 taktik)
b.      Taktik babak tengah (7taktik)
c.       Taktik babak akhir ( 5 taktik)
d.      Taktik tidak etis (7 taktik)
Berikan msing masing kelompok satu ilustrasi factual dari dunia politik, kemudian gunakan satu taktik dari masing-masing kelompok untuk menganalisis masalah tersebut. Asumsikan bahwa anda adalah politisi yang sedang bernegosiasi dengan politik lain.
Jawaban:
a.    Taktik Babak Awal
Taktik yang akan saya pakai sesuai teori Roger Dawson adalah menghindari negosiasi yang konfrontatif.Contoh kasus: dalam dunia politik biasa terjadi perselisihan dalam menggolkan sebuah kebijakan dalam organisasi. Masing-masing pihak akan bertahan dalam rangka membela kepentingannya terhadap kebijakan yang akan digolkan tersebut. Saya sebagai seorang politikus akan menggunakan taktik babak awal yaitu ‘menghindari negosiasi yang konfrontatif’. Hal ini saya lakukan untuk menemukan sebuah solusi tanpa harus menciptakan ‘musuh’ tetapi kepentingan saya dan lawan saya bisa tercapai. Saya akan berusaha untuk memahami tujuan/kepentingan lawan saya kemudian melakukan negosiasi untuk menemukan jalan tengah yang bisa menjadi win win solution kedua belah pihak, yaitu:
1). Mintalah lebih dari yang anda harapkan. 2). Jangan pernah katakana ya terhadap tawaran pertama. 3). Melakukan flinch terhadap profosal. 4). Reluctant seller dan reluctant buyer 5). Gunakan vise technique

b. Taktik Babak Tengah
Menghindari deadlock adalah salah satu taktik yang akan saya pakai dalam taktik babak tengah ini. Dalam masalah yang saya hadapi dalam yang saya contohkan diatas, saya sebagai seorang politikus akan menggunakan taktik babak tengah yaitu ‘menghindari deadlock’. Ini saya lakukan apabila terjadi kemandekan dalam negosiasi yang saya lakukan dengan pihak lawan saya. Saya akan menghadirkan pihak ketiga yang saya dan pihak lawan sebagai orang yang netral dan kompeten dalam menangani deadlock ini. Saya dan pihak lawan harus mampu berpikir obyektif terhadap permasalahan yang kami hadapi. Sebagai mediator, pihak ketiga harus mampu memberikan solusi tengah yang mampu menciptakan win win solution untuk kami. Untuk : 1). Menghadapi seseorang yang tidak memiliki wewenang memutuskan. 2). Penurunan nilai jasa. 3). Jangan pernah member tawaran splitting the difference. 4). Menangani impasse. 5). Menangani stalemate. 6). Menangani deadlock. 7). Mintalah selalu trade-off

b.      Taktik Babak Akhir
Meruncingkan konsesi taktik dimana kita berusaha mempertahankan konsesi kita.
Pada kasus diatas ketika saya berhadapan langsung untuk melakukan negosiasi dengan pihak lawan saya, saya tidak akan dengan mudah menurunkan konsesi sehingga lawan saya dengan mudah bisa menebak kelemahan saya. Ini sesuai dengan taktik babak akhir yaitu bagaimana meruncingkan konsesi. Saya akan berusaha menciptakan suasana dimana pihak lawan saya merasa nyaman dengan saya dan berusaha memposisikan diri saya sehingga dia percaya kepada saya bahwa saya adalah seorang yang mampu menjadi seorang pemecah masalah dalam mengatasi masalah diatas, yaitu : 1). Good guy/bad guy. 2). Nibbling. 3). Bagaimana meruncingkan konsesi. 4). Gambit menarik kembali penawaran.5). Positioning for easy acceptance.

d.Taktik tidak etis
The Decoy adalah Taktik ini bisa saya lakukan untuk memecahkan masalah yang saya contohkan diatas. Sebagai seorang negosiator, saya harus mampu menciptakan isu baru yang mampu mengalihkan isu awal yang menjadi bahasan utma apabila pihak lawan tidak bisa memahami kebutuhan saya. Yaitu:1). The decoy. 2). Red herring.  3). Cherry picking. 4). Deliberate mistake. 5). The default. 6). Escalation. 7). Planted information.
Ilustrasi factual pada taktik awal dalam hal ini adalah : 1) Mintalah lebih dari yang anda harapkan. Jika kita melakukan negosiasi harus melebihi titik dasar 2). Jangan pernah katakana ya terhadap tawaran pertama, artinya janganlah mengambil keputusan pada saat tawaran pertama karena sesuatunya kemungkinan dapat berubah . 3). Melakukan flinch terhadap profosal ini untuk menjatuhkan mental lawan yang seolah-olah terkejut dengan tawarannya. 4). Reluctant seller dan reluctant buyer yaitu menentukan tawaran naik sedikit untuk sipembeli dimana lawan yang kita nego berharap menurunkan harganya 5). Gunakan vise technique yaitu melakukan teknik-teknik yang berlaku umum.
Taktik Babak Tengah dimana unsurnya terdiri dari: 1). Menghadapi seseorang yang tidak memiliki wewenang memutuskan, ini perlu dihindari karena tidak aka nada keputusan yang pasti. 2). Penurunan nilai jasa yaitu minta penurunan nilai untuk dapat mengerti harga yang akan ditetapkan atau diputuskan. 3). Jangan pernah member tawaran splitting the difference. 4). Menangani impasse. 5). Menangani stalemate. 6). Hindari terjadinya Menangani deadlock. 7). Dengan Mintalah selalu trade-off. Dengan memulai meminta yang lebih tinggi dari dari harapan kita akan memberi ruang untuk di negosiasikan dan menghindari dead lock. Namun yang terpenting dari strategi ini adalah menciptakan suasana pihak lawan merasa bahwa ia menang walaupun sebenarnya harga ditawarkan oleh lawan masih diatas harapan kita. Jangan pernah katakan ya pada tawaran pertama atau tawaran balasan dari pihak lawan Kata ”ya” ini secara otomatis memunculkan dua pendapat di pihak lawan bahwa seharusnya bisa lebih baik lagi atau ada sesuatu yang tidak beres.
Cara yang dilakukan adalah dengan menampakkan reasi tergoncang dan terkejut dengan proposal lawan. Dengan demikian pihak lawan akan merasa bahwa apa yang mereka tawarkan lebih tinggi dari harapan kita sehingga mereka akan menurunkan posisi tawarnya. apabila ternyata dari negosiasi pihak lawan merasa nyaman tidak merasa kalah terhadap kita, buat konsensi kecil pada saat-saat terakhir dan selalu berikan ucapan selamat kepada pihak lawan setelah anda selesai bernegosiasi, meskipun menurut anda pihak lawan buruk
Dalam melakukan negosiasi, sabar dan menjadi pendengar yang baik akan menjadi bekal yang berharga untuk menjadi seorang negotiator yang menginginkan hasil negosiasi menang-menang. Hanya menjadi seorang pendengar yang baik dapat mengetahui kebutuhan–kebutuhan pihak lawan yang sesungguhnya dalam sebuah negosiasi.
Teknik babak akhir yaitu :1). Good guy/bad guy disini seolah-olah membuat tawaran serendah mungkin. 2). Lalu diteruskan nibbling. 3). membuat bagaimana meruncingkan konsesi. 4). Lakukan gambit menarik kembali penawaran.5). dan mengatur positioning for easy acceptance.
Taktik tidak etis The Decoy adalah merupakan teknik yang dilakukan dengan :1). The decoy. 2). Red herring.  3). Cherry picking. 4). Deliberate mistake. 5). The default. 6). Escalation. 7). Planted information. Dengan demikian, sejak negosiasi melibatkan lintas negara maka pengetahuan budaya dan bahasa pihak lawan menjadi nilai lebih seorang negosiator.
Selain itu dengan bekal penguasaan teknik dan pengetahuan serta pengalaman bernegosiasi akan membuat seorang negosiator menjadi andal dalam benegosiasi. Kita sadari, untuk mencapai cita-cita tersebut buka pekerjaan yang mudah karena banyak hal yang harus dipelajari dan juga membutuhkan jam terbang yang tinggi. Namun dengan kemauan yang keras disertai dengan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kapabilitas terhadap bidang-bidang yang menjadi tugasnya dan juga pengetahuan terkait dengan kemampuan bernegosiasi yang baik diharapkan akan membawa manfaat yang besar bagi keberhasilan suatu perundingan.
Di sisi lain, koordinasi yang lemah antar instansi terkait yang selama ini dituding sebagai hambatan Indonesia dalam bernegosiasi harus sedikit demi sekit dikikis habis. Sudah saatnya dibentuk tim perunding tetap yang dipilih dari pakar masing-masing instansi yang secara periodik rutin bertemu untuk mereview posisi terbaik bagi Indonesia. Masukan-masukan dari ”stakeholder” (kalangan baik akademisi, pengusaha, petani, KADIN, LSM, asosiasi-asosiasi dan lain-lain) yang diperkirakan akan terkena dampak dari hasil negosiasi, sangat berharga dalam penyusunan posisi Indonesia.
Dengan demikian ke depan, akan dihasilkan tim perunding yang solid untuk menghadapi tantangan meja perundingan baik di tataran bilateral, regional dan multilateral. Yuk kita senantiasa satukan langkah dan pikiran kita untuk berjuang demi hari esok yang lebih baik.

Referensi :
Brooks, W. Speech communication. 2an ed. Dubuque, Brown, 1975.
Cohen, H. You can negotiate anything. Secaucus, Lyle Stuart, 1980.
Fisher, R. and W. Ury. Getting to yes. London, Hutchinson,1983.
Monroe, A, and D. Ehninger. Principles and types of speech. 6th ed. Glenview; Scott, Foresman, 1967.
Nierenberg, G. The Art of negotiating. New York, Simon and Schuster, 1976.
Pinnells, J. Writing: Process and structure. New York Harper, 1988.
United Nations Conference on Trade and Development. Handbook on the acquisition of technology by developing countries. New York, UNCTAD, 1978.
Warschaw, T. Winning by negotiation. New York, McGraw, 1980.
Zunin, L. contact: The first four minutes. London, Franklin, 1972.
Pouliot, Janine S. Eight Steps To Success In Negotiating. ; importance of business negotiating. Nation’s Business. 1999.
Prijosaksono, Aribowo Roy Sembel. Negosiasi. The Indonesia Learning Institute, Indonesia. 1999
Brodow’s, Ed. Ten Tips for Successful Negotiating:. Negotiate With Confidence, PBS, Negotiation Boot Camp. 1996
Bragg, Terry. The Manager as Negotiator: Ten Secrets for Success.2000









Creighton, James L., Jerome Delli Priscoli dan C. Mark Dunning, Keterlibatan Publik dan Resolusi Sengketa - Volume 1: Sebuah Pengalaman Pembaca Sepuluh Tahun di Institut Sumber Daya Air, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, IWR Laporan Penelitian 82 - R-1, edisi asli 1982, dicetak ulang 1998.
Edelman, Lester, Frank Carr, dan James L. Creighton), Mini-Trial, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, Fort Belvoir, Virginia, Resolusi Sengketa Alternatif Seri, Pamflet # 1, 1989.
Lancaster, Charles L., ADR Roundtable, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, IWR Kertas Kerja 90-ADR-WP-1, 1990.
Potapchuk, William R., James H. Laue, dan John S. Murray, Mendapatkan untuk Tabel: Sebuah Panduan untuk Manajer Senior, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, IWR Pamflet 90-ADR-WP-3, 1990.
Carr, Frank; James L. Creighton, dan Charles Lancaster, Non-Binding Arbitrase, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, Fort Belvoir, Virginia, Resolusi Sengketa Alternatif Seri, Pamflet # 2, 1990.
Edelman, Lester, Frank Carr, dan James L. Creighton), Bermitra, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, Fort Belvoir, Virginia, Resolusi Sengketa Alternatif Seri, IWR Pamflet 91-ADR-P-4, 1991.
Podziba, Susan L., Menentukan Apakah atau Tidak Proyek Kecil Mitra, US Army Institute For Engineers Sumber Daya Air, IWR Pamflet 95-ADR-P-6, 1995.
Creighton, James L. dan Jerome Delli Priscoli, Tinjauan Resolusi Sengketa Alternatif: Sebuah Buku Pegangan untuk Manajer Corps, US Army Engineers Institut Sumber Daya Air, IWR Pamflet 96 - ADR-P-5, 1996.
Langton, Stuart, An Organizational Assessment of the US Army Corps of Engineers in regard to Public Involvement Practices and Challenges , US Army Engineers Institute for Water Resources, IWR Working Paper 96-ADR-WP-9, 1996.
Creighton, James L., Jerome Delli Priscoli, C. Mark Dunning, and Donna B. Ayres , Public Involvement and Dispute Resolution – Volume 2: A Reader on the Second Decade of Experience at the Institute for Water Resources, US Army Engineers Institute for Water Resources, IWR Report 98-R-5, 1998.
Creighton, James L., Partnering Guide for Civil Missions , US Army Engineers Institute for Water Resources, IWR Pamphlet 98-ADR-P-7, 1998.
Other Related IWR Documents
Yoe, Charles E. and Kenneth D. Orth, Planning Manual , US Army Engineers Institute for Water Resources, IWR Report 96-R-21, 1996.
Orth, Kenneth D. and Charles E. Yoe, Planning Primer , US Army Engineers Institute for Water Resources, IWR Report 97-R-15, 1997.
IWR Case Study Series:
Susskind, Lawrence, Susan L. Podziba, and Eileen Babbitt, Tenn Tom Constructors, Inc. USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-1, 1989.
Susskind, Lawrence, Susan L. Podziba, and Eileen Babbitt, Granite Construction Company, USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-2, 1989.
Susskind, Lawrence, Susan L. Podziba, and Eileen Babbitt, Olsen Mechanical and Heavy Rigging, Inc., USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-3, 1989.
Susskind, Lawrence, Susan L. Podziba, and Eileen Babbitt, Bechtel National, Inc., USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-4, 1989.
Susskind, Lawrence, Susan L. Podziba, and Eileen Babbitt, Goodyear Tire and Rubber Co., USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-5, 1989.
Moore, Christopher W., Corps of Engineers Uses Mediation to Settle Hydropower Disputes, USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-6, 1991.
Susskind, Lawrence, Eileen Babbitt, and David Hoffer, Brutoco Engineering and Construction, Inc., USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-7, 1989.
Susskind, Lawrence, Eileen Babbitt, and David Hoffer, Bassett Creek Water Management Commission, USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-8, 1989.
Susskind, Lawrence, Eileen Babbitt, and David Hoffer, General Roofing Company, USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-9, 1992.
Podziba, Susan L., Small Projects Partnering: The Drayton Hall Streambank Protection Project, , USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-10, 1994.
Lancaster, Charles L., The J6 Partnering Case Study: J6 Large Rocket Test Facility, USACE IWR, IWR Case Study 89-ADR-CS-11, 1994.
Other Useful Materials
Administrative Conference of the United States, Negotiated Rulemaking Sourcebook , Administrative Conference of the United States, 1990.
Creighton, James L., SYNERGY Citizen Participation/Public Involvement Skills Course , SYNERGY Consultation Services, Palo Alto, CA, first edition 1972. [This course served as the Corps “basic” public participation course for a number of years.]
Creighton, James L., Public Participation in the Planning Process: Executive Seminar Workbook, US Army Engineers Institute for Water Resources, 1976.  
Creighton, James L., Advanced Course: Public Involvement in Water Resources Planning, US Army Engineers Institute for Water Resources, Fort Belvoir, Virginia. 1977.   Revised 1982.  
Creighton, James L., Public Involvement in Corps Regulatory Programs: Participant's Workbook , US Army Engineers Institute for Water Resources, Fort Belvoir, Virginia, 1980.  
Creighton, James L., Public Involvement Manual , US Department of the Interior, (US Government Printing Office:   024-003-00139-2), 1980.
Creighton, James L., The Public Involvement Manual , Abt Books/University Press, Cambridge, Mass., 1981.  
Creighton, James L., Social Impact Assessment: Participant's Workbook , US Army Engineers Institute for Water Resources, Fort Belvoir, Virginia, 1982.
Creighton, James L., ICUZ Community Involvement Manual , US Army Training and Doctrine Command, Fort Monroe, Virginia, 1984.  
Creighton, James L., Public Involvement Guide , Bonneville Power Administration, US   Department of Energy, Portland, Oregon, 1985.  
Creighton, James L., Managing Conflict in Public Involvement Settings: Participant's Workbook, Creighton & Creighton, Los Gatos, CA, 1985. Training course prepared for the Bonneville Power Administration.
Creighton, James L., John AS McGlennon, and Peter Schneider, Building Consensus through Participation and Negotiation, Edison Electric Institute, Washington DC, 1986.
Creighton, James L., Involving Citizens in Community Decision Making , National Civic League: Program for Community Problem Solving, 1 st Edition 1992, 2 nd edition 2001.
Creighton, James L. and Lorenz Aggens ), Environmental Managers' Handbook on Public Involvement, US Army Engineers Institute for Water Resources, Fort Belvoir, Virginia, unpublished, 1994.
Creighton, James L., Building a Public Involvement Strategy for the North Pacific Division of the US Army Corps of Engineers , a report to the North Pacific Division, US Army Corps of Engineers, Portland, OR, 106 pgs. 1994.
Creighton, James L. (written with an EPA stakeholder advisory group) Project XL Stakeholder Involvement: A Guide for Project Sponsors and Stakeholders, US Environmental Protection Agency, 1999, EPA 100-F-99-001, March 1999 [http://www.epa.gov/ProjectXL].
Creighton, James L., How to Design a Public Participation Program , Office of Intergovernmental and Public Accountability, US Department of Energy (EM-22), June 1999 [http://www.em.doe.gov/ftplink/em22/doeguide.pdf].
Creighton, James L., Managing Public Participation , US Department of Energy, 1999. Training course conducted throughout the DOE complex nationally.
Creighton, James L., Communicating With the Public , US Department of Energy, 1999. Training course conducted throughout the DOE complex nationally.
Grey, Barbara, Collaborating: Finding Common Ground for Multiparty Problems , Jossey-Bass Publishers, 1991.
Herrman, Margaret S., Resolving Conflict: Strategies for Local Government , International City/County Management Association, 1994.
Moore, Christopher W., Natural Resource Conflict Management , ROMCOE, Center for Moore, Christopher W., and Jerome Delli Priscoli, The Executive Seminar on Alternative Dispute Resolution (ADR) Procedures , US Army Engineers Institute for Water Resources, 1989.
Moore, Christopher W., The Mediation Process: Practical Strategies for Resolving Conflict , Jossey-Bass Publishers, 1986.
Sanoff, Henry, Community Participation Methods in Design and Planning , John Wiley & Sons, 2000.
Susskind, Lawrence, Sarah McKearnan, and Jennifer Thomas-Larmer, The Consensus Building Handbook: A Comprehensive Guide to Reaching Agreement, Sage Publications, 1999.
Susskind, Lawrence and Ole Amundsen. Mashiro Matsuura, Marshall Kaplan, and David Lampe, Using Assisted Negotiation to Settle Land Use Disputes: A Guidebook for Public Officials , Island Press, 2000.

Senin, 30 Mei 2011

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN KORUPSI DI INDONESIA


KETERBUKAAN INFORMASI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
(Studi Kasus Partai Politik di Indonesia)

Bab I
Pendahuluan

Informasi sangat diperlukan di eraglobalisasi seperti sekarang ini dimana dengan kebebasan memperoleh informasi, berarti akan memberi ruang yang cukup bagi public, untuk dapat mengakses berbagai jenis informasi terutama terkait dalam program percepatan pemberantasan korupsi. Seperti di berbagai kesempatan pemerintah selalu berkoar-koar tentang kemajuan pemberantasan korupsi yang telah dicapai. Namun kenyataannya, hal itu seperti jauh panggang dari api. Korupsi tetap menjadi budaya, dan bahkan semakin menggurita, upaya dengan pembuatan undang-undang pun telah dilakukan, yang memberi implikasi bagi para penyelenggra negara untuk bertindak transparan dan memiliki sistem akuntabilitas yang kuat, partisipatif bagi masyarakat dalam mengawal korupsi ini.
Adanya pendidikan sangat memungkinkan terjadinya penyebarluasan teknologi informasi dan transformasi ilmu pengetahuan di sektor-sektor pendidikan yang akan member dampak positif terhadap perkembangan masyarakat di Indonesia. Sementara itu perekonomian yang dapat mendorong usaha kecil dan menengah baik di perkotaan maupun di perdesaan yang dapat mendapatkan nilai lebih dalam masyarakat, karena mampu menggerakan roda perekonomiannya, ini semuanya akan memungkinkan meninbulkan korupsi model baru, jika tidak diiringi dengan perangkat hukum dan sumber daya manusia yang memadai.
Dengan adanya UU Keterbukaan Informasi Public paling tidak konstruksi hukum yang dapat dicermati dalam UU Korupsi mengklasifikasikan sistem pembuktian menjadi tiga hal yaitu pertama, pembalikan beban pembuktian dibebankan kepada terdakwa untuk membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Kedua, pembalikan beban pembuktian yang bersifat semi terbalik dimana beban pembuktian diletakkan baik terhadap terdakwa maupun jaksa penuntut umum secara berimbang, dan ketiga, sistem pembuktian konvensional layaknya mengacu pada ketentuan KUHAP bahwa jaksa penuntut umum secara mandiri dibebankan membuktikan kesalahan terdakwa.
Namun, Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.yangmemiliki tujuan :
  1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
  2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
  3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
  4. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
  5. mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak;
  6. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
  7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
            Adapun pengecualiannya dalam seperti yang dinyatakan, Informasi yang dikecualikan dalam Undang-undang ini antara lain adalah
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi;
  • memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
  • informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Dalam sejarah undang-undang ini yang sesungguhnya merupakan sebagai proses advokasi, dimana UU ini melalui perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Setelah hampir 8 tahun sejak awal 2000, 42 koalisi LSM mendorong UU ini. Adalah Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), sebuah LSM yang bergerak di bidang kebijakan lingkungan, yang mengawali gagasan perlunya mendorong sebuah undang-undang yang mengadopsi prinsip-prinsip freedom of information, seperti diketahui Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

1.1  Latar Belakang
Dengan demikian maka mulai 1 Mei 2010, UU Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik akan efektif diberlakukan. UU ini berlaku setelah pemerintah diberikan kesempatan untuk mempersiapkan segala piranti pelaksanaan selama dua tahun ini. sehingga berdampak dari Pemberlakuan UU ini membuat badan-badan publik dan institusi pemerintahan harus terbuka memberikan segala informasi yang dibutuhkan masyarakat. Namun, keterbukaan informasi bukan tanpa ancaman, dimana badan publik yang tak membuka akses informasi terhadap masyarakat, bisa dikenai sanksi pidana maupun denda. Sebaliknya, masyarakat yang menyalahgunakan informasi juga ada sanksinya.
Di luar itu, Anggota Fraksi PKS, Gamari Sutrisno mengatakan, berlakunya UU KIP masih dibayang-bayangi RUU Rahasia Negara, yang mengatur sebaliknya. "UU KIP ini dibayang-bayangi UU Rahasia Negara yang saat ini masih dibahas. Walau terbuka, ancaman terhadap keterbukaan itu masih ada," kata Gamari, pada diskusi "Menakar Kesiapan Badan Publik dalam Keterbukaan Informasi", di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/4/2010).
UU KIP dibahas sejak tahun 1999 dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 2005. Setelah tiga tahun dibahas, akhirnya ditandatangani Presiden SBY pada April 2008. Dua tahun diberikan waktu persiapan, pemerintah mau tak mau, siap tidak siap, harus melaksanakan ketentuan UU ini. Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya meyakini, keterbukaan informasi yang dijamin UU ini akan turut berkontribusi pada pemberantasan korupsi. "Korupsi itu kan bermula dari ketidakjelasan informasi. Kalau informasi terang benderang, maka akan mempersempit ruang gerak pelaku korupsi," 
Ketentuan UU KIP juga mengatur pembentukan Komisi Informasi di 33 provinsi di Tanah Air, yang akan membantu untuk pengembangan dan kemajuan daerah. Sebab, informasi di level daerah, walaupun masih sangat terbatas untuk diakses. Tapi yang harus diingat, sosialisasi harus sampai ke seluruh daerah agar masyarakat tahu bahwa mereka dijamin UU untuk mendapatkan informasi.
Mengingat kompleksitas permasalahan Informasi seperti bidang Rehabilitasi Sosial saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik mengenai permasalahan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), Orang Dengan Kecacatan, Lanjut Usia, Permasalahan Narkoba maupun Tuna Sosial. Informasi yang akurat merupakan salah satu pendukung yang  menunjang keterbukaan informasi publik berdasarkan Undang – Undang ,Namun masih harus diakui bahwa informasi yang ada belum sepenuhnya dapat diakses mengingat sumber pendukung dari Unit Pelayanan Teknis (UPT) belum semuanya memiliki jaringan internet, semua ini merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara Negara.
Untuk itu penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dinilai tidak akan mengancam otoritas yang dimiliki oleh pejabat publik. Justru UU KIP dapat menjadi katalisator dalam pemisahan antara informasi yang berhak didapatkan oleh masyarakat dengan informasi yang bersifat rahasia. Dengan Pemberlakuan UU ini membuat badan-badan publik dan institusi pemerintahan harus terbuka memberikan segala informasi yang dibutuhkan masyarakat. Namun, keterbukaan informasi bukan tanpa ancaman. Badan publik yang tak membuka akses informasi terhadap masyarakat, bisa dikenai sanksi pidana maupun denda. Sebaliknya, masyarakat yang menyalahgunakan informasi juga ada sanksinya.
Indonesia sendiri patut berbangga. Di antara negara-negara di Asia, baru Indonesia yang menerapkan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU yang penyusunannya memakan waktu hingga tujuh tahun sampai akhirnya disahkan pada April 2008 silam, berisikan tentang ketentuan yang mengatur informasi yang menjadi hak warga negara dan terbukanya akses bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dari pemerintah.


1.2 Rumusan masalah
Dalam hal keterbukaan informasi dan pemberantasan korupsi yang akan diberlakukan ini seharusnya memberikan dampak pula terhadap keberadaan parpol yang tumbuh di negeri ini, maka menjadi menarik jika kasus parpol di Indonesia yang menggunakan uang Negara sampai saat ini sangat sulit untuk melakukan transparansi, akuntabilitas dan partisipatif pengawasan keuangannya.
Pemberitaan pada salah satu media cetak kompas memuat, Parpol tak mandiri, sedot uang Negara. Kasus actual : Pangkas biaya politik Kompas 18 mei 2011. Jakarta, kompas banyaknya partai politik yang tersandera kasus korupsi dianggap sebagai imbas dari praktik politik transaksional selama 13 tahun pascareformasi. Parpol tidak memiliki kemampuan menghidupi diri sendiri sehingga mengejar kekuasaan agar bisa menyedot uang Negara. Ini (korupsi oleh partai politik) imbas dari pola relasi transaksional yang sudah menjadi karakter politik selama 13 tahun terakhir kata pengajar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa(17/05).
Menjadi kajian menarik dengan mengangkat rumusan masalahnya berkaitan dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Bagaimana keterbukaan informasi dan pemberantasan korupsi pada partai politik di Indonesia ?
Bab II
Kerangka Teori
2.1 Teori-teori
Menurut aliran filsafat Edmund Husserl (dalam K.Bertens, 1990:100), fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon).dengan demikian, budaya perusahaan adalah aturan main yang ada dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari Sumber Daya Manusianya dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam organisasi tersebut, yang mana perilakunya tampak dengan jelas. Budaya organisasi juga mencakup seluruh simbol yang ada (tindakan, rutinitas, percakapan, dan seterusnya) serta makna yang diberikan anggota organisasi kepada berbagai simbol tersebut Dengan demikian secara teori manfaatnya adalah untuk pengembangannya.
Aliran Empirisme, aliran yang mengartikan dan mendefinisikan objek kajian sosial yang disebut “Realitas Sosial” sebagai realitas-realitas objektif di dalam indrawai. Realitas sosial itu bukanlah kesadaran atau pengetahuan warga masyarakat itu sendiri., melainkan manifestasi-manidestasi yang kasat mata dan dapat diamati dalam duniawai yang objektif. Manifestasi itu tampak dalam wujud perilaku sosial warga dalam masyarakat, berikut pola-polanya yang apabila telah terstruktur akan tampak dalam wujudnya sebagai pranata atau institusi social
Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction  of reality)  menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul ‘The Sosial construction of Reality. A. Treatise in the Sociological of Knowledge’ (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi kesadaran (Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra, 2005, hlm. 151).
Teori Simulations, Jean Baudrillard, dalam buku Hipersemiotika, Yasraf Amir Pliang, (2010 :46), ia menjelaskan kompleksitas relasi antara tanda, citra, dan realitas. Pertama, sebuah citra dikatakan merupakan refleksi dari realitas, yang di dalamnya sebuah tanda yang merepresentasikan realitas (representation). Kedua, citra menopengi dan memutar balik realitas, seperti yang terdapat pada kejahatan (malefice). Ketiga, citra menopengi ketiadaan realitas, seperti terdapat pada ilmu sihir (sorcery). Keempat, citra tidak berkaitan dengan realitas apa pun, disebabkan citra merupakan simulakrum dirinya sendiri (pure simulacrum), yang prosesnya disebut simulasi (simulation).
Durkhiem, dalam buku, Memahami Penelitian Kualitatif, Dr. Basrowi, M.Pd. & Dr. Swandi, M.Si (2008 : 44-45) mengatakan, fakta sosial terdiri dari dua macam, yaitu fakta sosial yang berbentuk material : yaitu hal-hal atau benda yang dapat ditangkap secara indrawi; berupa benda di dalam dunia nyata. Kemudian, fakta sosial yang non-material: yaitu fakta yang tidak tampak namun nyata ada di dunia intersubjektif masyarakat, seperti opini, egoisme, dan alturisme.
Sedangkan Nguyen dan Leblanc mengungkapkan bahwa citra perusahaan sebagai: “Corporate image is described as overall impression made on the minds of the public about organization. It is related to business name, architecture, variety of product/services, tradition, ideology, an to the impression of quality commuicated by each employee interacting with the organization’s clients“ Artiya citra perusahaan merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk dibenak masyarakat tentang perusahaan. Dimana citra tersebut berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas komunikasi yang dilakukan oleh setiap karyawan yang berinteraksi dengan klien organisasi.
Tradisi Fenomenologis, Carl Rogers,  Teori Komunikasi, Stephen W. Littlejohn-Karen A. Foss (2009 : 309). Fenomenologis sebagai sebuah tradisi yang berfokus pada internal dan pengalaman sadar seseorang. Pendekatan Rogers pada hubungan dimulai dengan gagasan tentang bidang fenomenal. Katanya, semua pengalaman Anda sebagai seseorang mendasari bidang fenomenal Anda, yaitu semua yang Anda tahu dan Anda rasakan.
Ini merupakan keseluruhan pengalaman Anda. Walaupun tidak ada orang yang dapat benar-benar mengetahui pengalaman Anda sebaik Anda sendiri, kita dapat dan benar-benar menyimpulkan pengalaman orang lain berdasarkan pada apa yang mereka katakan dan lakukan. Sebenarnya gagasan Anda tentang bagaimana orang lain merasa menjadi bagian dari bidang fenomenal Anda yang membawa Anda pada Empati. Dengan demikian pada keneradaam Parpol di Indonesia yang menggunakan kesempatan baik saat pemilu maupun saat pilkada dan kegiatannya yang menggunakan uang Negara seharusnya dapat sesara akuntabilitas, transparasi dan partisipatif masyarakat guna menghindari korupsi.

2.2 Kasus Aktual
Dengan pemberitaan pada salah satu media cetak kompas memuat, Parpol tak mandiri, sedot uang Negara. Kasus actual : Pangkas biaya politik Kompas 18 mei 2011. Jakarta, kompas banyaknya partai politik yang tersandera kasus korupsi dianggap sebagai imbas dari praktik politik transaksional selama 13 tahun pascareformasi. Parpol tidak memiliki kemampuan menghidupi diri sendiri sehingga mengejar kekuasaan agar bisa menyedot uang Negara. Ini (korupsi oleh partai politik) imbas dari pola relasi transaksional yang sudah menjadi karakter politik selama 13 tahun terakhir kata pengajar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa(17/05).
Di sisi lain, kehidupan sehari-hari merupakan suatu dunia yang berasal dari pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan individu, dan dipelihara sebagai ’yang nyata’ oleh pikiran dan tindakan itu. Dasar-dasar pengetahuan tersebut diperoleh melalui objektivasi dari proses-proses (dan makna-makna) subjektif yang membentuk dunia akal-sehat intersubjektif (Berger dan Luckmann, 1990: 29)
Agar mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna yang berada dibalik obyek yang diteliti, Denzin dan Lincoln (1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus dilaksanakan pada kondisi alami. Guba dan Lincoln (1985) menyebut pendekatan penelitian yang demikian sebagai pendekatan naturalistik. Makna-makna itu kita bagi bersama yang lain, definisi kita mengenai dunia sosial dan persepsi kita mengenai, dan respon kita terhadap, realitas muncul dalam proses interaksi.
Dengan adanya korupsi yang dilakukan oleh politikus, terutama mereka yang duduk di DPR, jamak terjadi mengingat mereka dituntut agar mampu membiayai parpol yang telah menjadikan keberadaan mereka meraih jabatan wakil rakyat.












Bab III
3.1 Analisis Kasus
Studi fenomenologi dalam pelaksanaannya memiliki beberapa  tantangan yang harus dihadapi peneliti. Creswell (1998: 55) menjelaskan tantangan tersebut yaitu: The researcher requires a solid grounding in the philosophical precepts of phenomenology. The participants in the study need to be carefully chosen to be individuals who have experienced the phenomenon. Bracketing personal experiences by the researcher may be difficult. The researcher needs to decide how and in what way his or her personal experiences will introduced into the study.
Sebagai landasan penelitian yang secara konseptual seperti teori tindakan oleh Max Weber mengatakan: tidak semua tindakan disebut tindakan social. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan social apabila tindakan tersebut dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Jadi tindakan social merupakan perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya.(Engkus Kurwarno, Metodelogi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi, Konsepsi Pedoman dan Contoh Penelitian, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009, hlm. 109).
Alred Schutz dalam bukunya yang berjudul The Phenomenology of The Social World yang diterjemahkan dari buku aslinya Der Sinnhafte Aufbau der sozialen Welt: Schutz become intereste quite early in the work of the greatest of German sociologist, Max Weber, especially in the latter’s attempt to establish a consistent methodological foundation for the social sciences.
Menurut: Alred Schutz manusia yang berperilaku tersebut sebagai “aktor” Ketika seseorang melihat atau apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, dia akan memahami (understand) makna dari tindakan tersebut. Disimpulkan tindakan social adalah tindakan yang berorientasi pada perilaku orang atau orang lain pada masa lalu, sekarang dan akan datang. Dalam konteks fenomenologis, calo yang melakukan tindakan social (nyalo) bersama actor lainnya sehingga memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif.
Schutz mengawali pemikirannya dengan mengatakan bahwa objek penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan degan interpretasi terhadap realitas. Jadi, sebagai peneliti ilmu sosial, kita pun harus membuat interpretasi terhadap realitas yang diamati. Orang-orang saling terikat satu sama lain ketika membuat interpretasi ini. Tugas peneliti sosial-lah untuk menjelaskan secara ilmiah proses ini. kontruksi realitas secara social dari Peter Berger dan Tomas Luckman. Pada kasus parpol tak mandiri yang sedot uang Negara dimana untuk memangkas biaya politik yang berkedok seolah-olah untuk kepentingan rakyat, ini adalah menjadi tidaklah semuanya benar.

3.2 Kritik atas Analisis Kasus
Untuk mengungkap keberadaan parpol di Indonesia, yang mayoritas tidak memiliki keuangan yang transparansi, akuntabilitas dan partisipasipatif, maka atas kasus yang berkaitan dengan UU KIP untuk pemberantasan korupsi sangat sulit akan dilakukan, namun keberadaan UU ini, akan efektif apabila perbaikan-perbaikan disegala bidang dan keseriusan untuk melaksanakannya serta kerjasama antara seluruh lapisan masyarakat, mungkin juga akan menjdi perbaikan dalam pemberantasan korupsi yang terjadi.
George Herbert Mead memiliki pemikiran yang mempunyai sumbangan besar terhadap ilmu social dalam perspektif teori yang dikenal dengan interaksionisme simbolik, yang menyatakan bahwa komunikasi manusia berlangsung melalui pertukaran symbol serta pemaknaan symbol – symbol tersebut. Mead menempatkan arti penting komunikasi dalam konsep tentang perilaku manusia, serta mengembangkan konsep interaksi simbolik bertolak pada pemikiran Simmel yang melihat persoalan pokok sosiologi adalah masalah sosial.
Interaksi Simbolik dari Gorge Heber Mead dan Herbert Blumer, Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata. Sosiolog interaksionisme simbolik kontemporer lainnya adalah Herbert Blumer (1962) dan Erving Goffman (1959).
Dramaturgi dari Erving Goffman, Manajemen Komunikasi dari Michlael Kaye. Michael Kaye dengan ungkapan “What we must realize is that the heart of communication is not in the surface but in the meanings or interpretations that we ascribe to the message” (Kaye, 1994:8). Dari sini dapat dijelaskan bahwa sebuah arti dalam bentuk permukaan sebuah pesan tidak akan berarti tanpa disertai dengan adanya penyampaian makna yang sebenarnya ada pada pesan tersebut. Dalam interaksi antar individu terjadi berbagai pertukaran makna, yang sebelumnya telah disepakati bersama.
Perbuatan sengaja tidak menyediakan informasi yang wajib diumumkan secara berkala, setiap saat, dan serta merta yang terbukti dapat mengakibatkan kerugian kepada orang lain, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun kurungan dan atau denda maksimal 5 juta (Pasal 52). Sedangkan, yang termasuk informasi publik bersifat tertutup yaitu informasi yang berkaitan dengan rahasian negara (pasal 6 ayat 3 huruf a), rahasia pribadi (pasal 6 ayat 3 huruf b), dan rahasia bisnis (pasal 6 ayat 3 huruf c).
Parpol di Indonesia terlihat pada saat kampanye pemilu ataupun kampaye politiknya selalu mengatas namakan rakyat, akn tetapi setelah terpilih ataupun menjadi pemenang sering kali kepentingan rakyat dilupakan. Karena rakyatpun mengerti hal seperti ini, dengan pengalaman yang sudah sering dilakukan, sehingga money politik belum tentu memenangkan pemilu ataupun pilkada yang berlangsung.

3.3 Kesimpulan
Keterbukaan informasi adalah salah satu perangkat bagi masyarakat untuk mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh pejabat, yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Di sinilah titik temu antara keterbukaan informasi dengan demokratisasi. Dimana jaminan kebebasan publik dalam mengakses informasi dengan sendirinya akan mencegah penyelewengan yang terjadi di pemerintahan, seperti kasus-kasus KKN. yang akhirnya, pemberantasan korupsi mustahil dilakukan tanpa terlebih dahulu menegakkan prinsip-prinsip transparansi penyelenggaraan pemerintahan dan hak publik atas informasi yang sedang di berlangsung, dengan memperhatikan akuntabilitas pelaksana dan partisipatif dari masyarakat.
Parpol di Indonesia sampai saat ini belum dapat dikatakan transparansi, akutabilitas dan partisipatif karena akses dari informasi yang ada belumlah mencerminkan hal-hal yang terdapat pada UU KIP No 14 Tahun 2008. Dimana penggunaan uang Negara seharusnya dapat di akses, namun yang sedang berlangsung seperti parpol yang ada saat ini terutama laporan keuangannya belumlah seperti yang tercermin dalam UU tersebut. Sehingga pemberantasan korupsi dalam parpol jika tidak dilakukan pembenahan berkelanjutan sangat sulit untuk diwujudkan.
Dengan demikian UU KIP No 14 Tahun 2008, haruslah bisa sebagai langkah-langkah nyata untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi sesuai dengan harapan dari tujuan dibuatnya UU tersebut. Maka control sangat diperlukan, sehingga menjadi kenyataan tidak hanya sebagai retorika, namun dalam kasus parpol seperti saat ini sangat sulit dilakukan hal ini.

Referensi dan Daftar pustaka
Agus Salim, 2005, Teori & Paradigma, Penelitian Sosial,  Tiara Wacana,  Yogyakarta
Afdal Makkuraga, RUU KIP Versus RUU Rahasia Negara: Kebebasan Informasi dalam Perspektif Politik Komunikasi, artikel tidak diterbitkan.
Agus Sudibyo, Kebebasan Semu di Jagat Media, khususnya Bab 5, RUU Rahasia Negara Sebagai Ancaman Terhadap kebebasan Informasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2009.
Ben W Heineman dan Fritz Heimann,  The Long War Against Corruption, Foreign Affair, Juni 2006, vol.85, issue 3.
Rob Jenkins, Democracy, Develompments, and India Struggle Against Corruption, jurnal Public Polycy Research, Volume 13, Issue 3, September 2006.
Ann Florini, Behind Closed Doors:Governmental Transparancy Gives Way to Secrecy, Harvard International Review, 2004.
Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Melawan Tirani Informasi, The Asia   Foundation dan USAID, 2003.
Burhan Bungin, 2009 Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,  Kencana Prenada Goup, Jakarta.
Engkus Kurwarno, 2009 Metode Penelitian Fenomenologi Konsepsi pedoman dan Contoh Penelitiannya, Widya Padjadjaran, Bandung
Hafied Cangara, 2009 Pengantar Teori Komunikasi, -Ed,1-10, Rajawali Pers, Jakarta.
Kutha Ratna, Metodelogi penelitian Kajian Budaya dan Sosial Humaniora pada Umumnya, Pustaka pelajar, Yogyakarta
Little John, S.W. 1995. Theories of Human Communication (nine edition).  Wadsworth publishing Company, Belmont California
Manahan P. Tampubolon, 2008,  Perilaku Keorganisasian Perspektif Organisasi Bisnis, Ghalia Indonesia,Bogor.
McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar,Erlangga, Jakarta
Mulyana, D dan Rahmat, J. 2000. Komunikasi Antar Budaya. PT. Remaja Rosdakarya.  Bandung
Miftah, Thoha. 2008. Perilaku Organisasi; konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rachat Kriyantono, 2009, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Goup, Jakarta.
Sasa Djuarsa S, 2003 Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta.
Scott M. Cutlip, Allen H.Center & Glen M.Bromm, 2009, Effective Public Relations, (edisi kesembilan), Kencana Prenada Goup, Jakarta.
Syaiful Rohim, 2009, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, & Aplikasi, Reneka Cipta, Jakarta
Werner J. Severin & James W. Tankard, 2001, Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, ed. 5th, penerj. Sugeng Hariyanto, Addison Wesley Longman Inc.
 Widjaya H.A.W, 2008, Komunikasi & Hubungan Masyarakat,   PT Bumi Angkasa, Jakarta.